Esai Puisi "Krawang - Bekasi" Karya Chairil Anwar

KRAWANG – BEKASI

Karya : Chairil Anwar



Kami yang kini terbaring antara Karawang – Bekasi
Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda.
Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang – Bekasi

      Puisi ini bercerita tentang pahlawan yang gugur, yang kini terbaring di pemakaman Karawang – Bekasi, mereka tidak bisa berperang untuk merebut kemerdekaan lagi. Kini mereka telah gugur. Namun, mereka berharap jiwa perjuangan mereka akan tetap dilanjutkan.

     Dikeheningan malam mereka berharap para pemuda akan merenung dan memaknai perjuangan mereka, mereka yang mati di usia muda, dan kini hanyalah tinggal tulang diliputi debu. Namun, mereka layak untuk dikenang.

     Mereka sudah melakukan apa yang bisa dilakukan. Tapi perjuangan belum selesai, belum apa-apa. Mereka telah mengorbankan jiwa mereka untuk memperoleh kemerdekaan. Tapi kerja belum selesai, belum bisa memberi arti untuk 4 – 5 ribu nyawa yang telah gugur di medan juang.

  Walaupun kini mereka telah tiada, mereka akan tetap memberikan semangat perjuangan yang tidak akan pernah padam. “Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian,” inilah semangat perjuangan yang akan terus berkobar untuk memperoleh dan mempertahankan kemerdekaan. Kenanglah mereka, mereka yang telah gugur, yang kini terbaring antara Karawang – Bekasi.

       Puisi-puisi “Si Binatang Jalang” Chairil Anwar telah menjadi inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan bangsanya. Pria kelahiran Medan, 26 Juli 1922, ini seorang penyair legendaris Indonesia yang karya-karyanya hidup dalam batin (digemari) sepanjang zaman. Salah satu bukti keabadian karyanya, pada Jumat 8 Juni 2007, Chairil Anwar, yang meninggal di Jakarta, 28 April 1949, masih dianugerahi penghargaan Dewan Kesenian Bekasi (DKB) Award 2007 untuk kategori seniman sastra. Penghargaan itu diterima putrinya, Evawani Alissa Chairil Anwar.

     Chairil memang penyair besar yang menginspirasi dan mengapresiasi upaya manusia meraih kemerdekaan, termasuk perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan. Hal ini, antara lain tercermin dari sajaknya bertajuk: “Krawang-Bekasi”, yang disadurnya dari sajak “The Young Dead Soldiers”, karya Archibald MacLeish (1948).

          Chairil Anwar yang dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” (dalam karyanya berjudul Aku) adalah pelopor Angkatan ’45 yang menciptakan trend baru pemakaian kata dalam berpuisi yang terkesan sangat lugas, solid dan kuat. Dia bersama Asrul Sani dan Rivai Apin memelopori puisi modern Indonesia. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Hari meninggalnya diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

Komentar